Senin, 08 Desember 2014

makalah pranikah dan nikah

BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebelum seseorang memutuskan untuk orang pilihannya pasti memiliki    pertimbangan, dan pertimbangan tersebut terkadang di ambil berdasarkan informasi dari orang lain maupu seseorang langsung mencari tau sendiri orang yang iya sukai dengan jalan pendekatan
Dalam proses pendekatan ini terkadang  keduanya salah melangkah dan akhirny tidak sampai pada target malah membuat permasalahan baru, baik bagi dirinya,kedua belah pihak maupun keluarganya,namun tak menutup kemungkinan ada juga yang berhasil hingga ke jenjang pernikahan kemudian membentuk suatu keluarga
Keluarga merupakan bagian terkecil dari sebuah mesyarakat dimana didalamnya hanya terdiri dari sebuah kumpulan kecil yang terdirir dari suami, istri, dan mungkin sebagian anak. Setiap individu juga pasti menginginkan sebuah keluarga yang di dalamnya terdapat suatu kenyamanan, baik ketika berada di rumah maupun ketika berada diluar rumah. Dimana seluruh hak dan kewajiban bisa mereka dapatkan dan laksanakan sebagai konsekuensi dari hidup bersama
 Dalam realitas sosial yang terjadi dimasyarakat zaman sekarang seperti yang kita ketahui dari media-media yang ada seperti media elektronik, cetak dan yang lainnya banyak sekali keluarga yang mengalami perceraian. Diantara sebab-sebab yang mengakibatkan perceraian tersebut aslah satunya adalah tidak terpenuhinya hak-hak dan kewajiban antara suami dan istri.
Akan tetapi islam datang umtuk mengatur hubungan antara dua orang tersebut baik sebelu menikah maupun setelah menikah,. Dengan demiikan maka dibuatlah ketentuan bagi mereka berdua hak-hak atas lainnya, dan juga dibuatlah undang-undang perkawinan
B.  Rumusan Masalah
 Bagaimanakah Manajemen kebidana ?
Lingkup praktek kebidanan?
Bagaimanakah Pengorganisasian praktik asuhan kebidanan ?
C.  Tujuan
1.    Tujuan umum
Untuk mengetahui jalan menujuh keluarga sakinah mawaddah warahmah
2.    Tujuan Khusus
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
1)    Pandangan agama tentang hubungan pra nikah
2)    Hokum pernikahan
3)    Hak dan kewajiban terhadap anak,suami dan istri
D.   Sasaran
Sasaran dari makalah ini adalah seluruh mahasiswa kebidanan dan para remaja


E.  Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui Pandangan agama tentang hubungan pra nikah(pacaran),Hukum pernikahan,Hak dan kewajiban terhadap anak,suami dan istri hingga dapat menciptakan keluarga bahagia



A.    
BAB II
 PEMBAHASAN
A.  PRANIKAH
1.    Hal hal yang dilarang oleh agama  sebelum menikah yaitu
·         Pacaran
·         Ajaran Islam Melarang Suatu Hubungan yang Mendekati Zina
·         Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan
·         Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis
·         Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang
2.    Fenomena Pacaran
Dapat diketahui bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!
Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!
Namun yang perlu kita ketahui yaitu  Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
     Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan. [Muhammad Abduh Tuasikal]

3.    Perjanjian pranikah
Dalam masyarakat kita, perjanjian pranikah masih jarang dibuat oleh pasangan yang akan menikah, karena dianggap tidak ‘pantas’. Untuk apa bikin perjanjian pranikah segala? Memangnya mau siap-siap cerai? Begitulah kira-kira alasan mereka. Maklum, perjanjian pranikah kerap dianggap satu paket dengan persiapan perceraian.
Padahal perjanjian pranikah tidak ditujukan untuk itu, melainkan justru untuk melindungi Anda dan keluarga Anda, khususnya anak-anak, ketika hal buruk terjadi dalam perkawinan. Dan, hal buruk bukan hanya perceraian, kan?
“Perjanjian pranikah bukanlah untuk persiapan cerai. Para pengusaha sudah biasa melakukan itu. Harta keluarga dipisah, jadi kalau terjadi kebangkrutan, istri dan anaknya selamat,” ujar
B.   PERNIKAHAN
1.    Pengertiana pernikahan
Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan.[1]
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah Ta’ala:
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup dan adapun criteria  memilih kriterian cari calon pendamping hidup harus sesuai dengan syariat Islam
1.    Kriteria Memilih Calon Istri
§  Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
§  Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.
2.    Kriteria Memilih Calon Suami
·         Islam
(dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)
·         Berilmu dan Baik Akhlaknya
Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih,dan taat beragama.
3.    Hukum dan syarat pernikahan  menururut uud Indonesia dan agama
a.    Syarat pernikahan berdasar undang-undang
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:
Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.
b.    Hukum pernikahan menurut agama
Hadist Rasulullahsaw riwayatIbnuMajah: “Nikah adalah sunahku, barang siapa tidak menjalankan sunnahku, diabukanumatku.” Memahami  hadist tersebut,bias diambil pemaknaan bahwa nikah adalah anjuran (bukan kewajiban) yang bias dikatagorikan sebagai sunah yang mendekati wajib ,atau sunah muakkad. Meskipun demikian, anjuran untuk menikah i ni bobotnya biasa berubah-ubah menjadi wajib,
·         Haram bagi mereka yang mempunyai niat jelek dalam pernikahannya 
·         Sunah bagi mereka yang berkeinginan menikah dan mempunyai kemampuan untuk membiayai keluarga dan mengurusi rumah tangga
·         Makruh  bagi mereka yang belum berkeinginan untuk menikah ,apabila menikah dikhawatirkan mereka akan teledor dalam menunaikan kewajibannya.
·         Jaiz/mubah : inilah hukuma soal pernikahan
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
4.    Tujuan Pernikahan Dalam Islam
Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
Untuk membentengi ahlak yang luhur
Untuk menegakkan rumah tangga yang islami
Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah
Untuk mencari keturunan yang shalih
5.    Status perkawinan
SuratAnNisa4:21 ,bahwa perkawinan sebagai Mitsaqan Galidhan ,yakni sebuah ikatan yang kokoh .Ikatan tersebut mulai diakui setelah terucapnya sebuah perjanjian yang tertuang dalam bentuk ijab dan qobul. Bisa dipahami bahwa pernikahan merupakan Sunatulllah, sehingga dalam pelaksanaannya manusia tidak bias menyalurkan hasrat dan keinginan seksualnya secara bebas tanpa mengikuti aturan-aturan yang berlaku
c.    Rukun Penikahan
 Calonsuami                :           Islam, Tidakdipaksa, bukanMahramnya,
            tidaksedangmelakukanibadahhajiatauumroh
Calonistri                    :           Islam, tidak dipaksa, bukan Mahramnya,
tidak   sedang melakukan ibadah hajiatauumroh, tidak  dalam masa   idah, tidakbersuami, telah mendapatkan ijin wali
Wali Nikah                  :      Islam, Dewasa, Sehatakalnya, dantidakfasik
                     2 OrangSaksi               :           Islam, dewasa, sehatakalnya, tidak fasik
dan hadir  dalam nikah
Ijab Qobul                   :           Dengan mengatakan nikah atau zawaj
            Ada kecocokan antara ijab dan qobul
           Berturut-turut            Tidak ada syarat yang memberatkan
6.    Bentuk perkawinan
a.    Masa pra Islam
 Masih kental sekali menampakkan nuansa patriarkhi dalam
    pengaturannya.
 Berbagai bentuk perkawinan yang ada lebih menempatkan     
perempuan sebagai objek yang harus tunduk dan mengikuti
keinginan laki-laki (suami) daripada sebagai teman hidup yang
bakal memberikan keturunan kepadanya.
Perempuan tidak mempunyai hak menentukan perkawinan.
b.    Bentuk Perkawinan Masa sekarang
o   Bentuk perkawinan yang mendominasi adalah perkawinan yang bersifat kontraktual.
o   Konsep perkawinan sebagai sebuah akad yang sacral dan bernilai ibadah tidak tampak.
o   Bentuk perkawinan yang ada dilangsungkan tidak dengan ketentuan syariat Islam yang berlaku melainkan cenderung kepada kepentingan pihak-pihak tertentu dengan kesepakatan tradisi
o   Pada kasus perceraian, perempuan pada masa jahiliyah juga tidak mendapatkan apapun sebagai nafkahnya. Laki-laki mempunyai hak mutlak dalam hak perceraian, dia bisa menceraikan istrinya kapan saja serta dengan alasan yang terkadang memojokkan pihak perempuan.
7.    Beberapa Contoh Praktik Perkawinan
AL DAIZAN
ZAWAJ  AL BADAL
ZAWAJ AL ISTIBDA
ALMUKTI
ZAWAJ AL SIGH HAR
NIKAH AL ZAINAH
c.    KonsepPerwalian dan mahar
a)    Sebelum islam
Wali dianggap sebagai pemandu perempuan Arab pada masa itu yang kebanyakan masih bodoh,  tidak berpendidikan dan tertinggal dalam segala bidang sedangkan  Mahar adalah harga seorang perempuan yang dibeli dari walinya.
b)    Masa Islam
Konsep Perwalian Kesepakatan jumhurulama bahwa pernikahan dipandang sahbila tidak disertai seorang wali (Sadiq Hasyim,  2001:154) Dalam istilah fiqih, wali berarti orang yang memiliki kuasa untuk melakukan tasharruf tanpa tergantung izin dari orang lain sedangkan Mahar Isyarat Al-Quran  menyebutnya dengan Nihlah atau Saduqat (pemberian) mahar adalah sebagai tanda kesungguhan cinta kasih yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan, yang diberikan secara sukarela tidak mengharap imbalan apapun (An-Nisa,4: 4)
8.    Prinsip-PrinsipPernikahan
1.Prinsip Kebebasan Memilih
2.Prinsip Mawaddah
3.Prinsip Rahmah
4.Prinsip Amanah/TanggungJawab
5.Prinsip Mu’asyarahBilMa’
9.    Kontroversi dalam pernikahan
Poligami
Nikah siri
Mut’ah
10. Perkawianan beda agama
Berdasarkan arus derasnya globalisasi hingga mengakibatkan beberapa filosofi hukum dari berbagai latar belakang  yang berbeda
Misalkan dalam kasusus perkawinan beda agama Dalam
o   KHI  kawin beda agama mutlak tidak boleh (pasal 44 dan61 ) sementara dalam cld-khi dibolehkan selamadalam batas  untuk mencapai perkawinan (pasal 54)
o   Dalam al qur’an membagi dua kelompok ytu
o    Muslim dan alhlul kitab
seorang laki laki muslim tidak boleh menikahi perempuan musrik  karena firman allah dalam qs surah 2 :22 tetapi boleh nikah dengan ahlul kitab karena firman allah qs 5:5 sementara itu perempuan dilarang kawin dengan laki laki kafir mana pun karena firman allah qs 2:221
o   Para ulama
Para ulama Fikih sepakat bahwa seorang laki laki muslim haram hukumnya menikah dengan perempuan musrik begitu pula sebaliknya Kalau dicermati pendapat ahli fikih terbagi atas dua yaitu pertama  mengatakan bahwa seorang  laki laki sama sekali boleh menikahi perempuan yang bukan muslim termasuk alhlul kitab dan kedua sebagian mengatakan bahwa seorang laki laki boleh menikahi wanita ahlulkitab alasannya karena islam menganut bentuk toleransi terhadap agama lain sehubungan dengan pendapat ini dikhawatirkan seorang lelaki yang menikahi wanita  khulul kitab pada hari akhir akan di tarik masuk agama istrinya dikarenakan iya rendah ahlaknya  maka dari itu sebelum menikah seorang laki laki yang rendah agamanya di bandingkan dengan calon suaminya akan diteliti dengan berbgai cara kemudian jika benar adanya maka menutup kemungkinan terjadinya murtad (tidak terjadinya perlindungan perkawinan akan dilarang
Sedangkan pendapat ulama ulamasyafi’iyah dan kelompok malikiyah berpendapat bahwa orang seorang laki laki yang menikah denga perempuan khulul qur’an  hukumnya makruh Dan menurut almawardi menyatakan bahwa tidak semua wanita khulul kitab halal dinikahi
C.  PENGERTIAN  HAK DAN KEWAJIBAN  
Hak adalah sesuatu yang harus didapatkan dan diraih oleh seseorang, sementara kewajibanadalah sesuatu yang harus ditunaikan dan dilaksanakan. Bagi seorang murid, haknya adalah mendapatkan pendidikan dan pelajaran dengan baik, sementara kewajibannya adalah menghormati guru, membayar uang sekolah dan mentaati peraturan sekolah. Demikian juga, hak isteri adalah
mendapatkan nafkah, dan perlakukan baik dari suaminya, sementara kewajibannya adalah mentaati segala perintah suaminya orang tuanya  selama hal itu tidak menyimpang dari ajaran Islam.
D.  KEWAJIBAN SUAMI/HAK ISTRI
a.    Membayar mahar dengan sempurna
Mahar tergantung pada tingkat ekonomi suami. Makin tinggi tingkat ekonomi suami, makin tinggi nilai mahar, begitupula sebaliknya.
b.    Memberi nafkah untuk keluarga
Meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal dan pengobatan. dan Bagi seorang istri 2 pahala apabila ia membantu menafkahi keluarga, yaitu pahala bershodaqoh dan pahala menyambung silaturahmi. Seperti dalam riwayat Zainab yang mampu secara ekonomi sedangkan suaminya tidak mampu. Disaat ia memiliki harta yang lebih banyak dan tidak tahu hendak dikemanakan, sedangkan suaminya tidak mampu. Kemudian Zainab bertanya ke Rasulullah melalui Bilal. Rasulullah menjawab, seorang istri yang membantu suaminya dalam menafkahi maka akan mendapat pahala dua kali lipat, yaitu pahala berinfaq/bershodaqoh dan pahala menyambung silaturahim. Padahal menurut fiqh, apabila seorang suami tidak mampu menafkahi, maka istri berhak untuk meminta cerai. Bila Zainab minta cerai, sah saja, tapi ia tidak mau, melainkan ia membantu menyelamatkan keluarga dengan membantu menafkahi, sehingga ia menyambung silaturahim dan bershodaqoh, yang merupakan pahala yang besar.
c.       Menyikapi istri dengan baik
Dalam QS An Nisa ayat 19, yang artinya, ”Pergaulilah istrimu dengan cara yang patut” Ini adalah perintah khusus untuk suami. “ dan apabila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah. Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” Jadi bisa jadi sesuatu yang tidak kita sukai sebenarnya adalah baik untuk kita, atau sesuatu yang kita sukai tapi itu sebenarnya tidak baik untuk kita.
Contohnya antara lain dengan melapangkan nafkahnya, tidak pelit, jangan mentang-mentang telah menjadi kepala rumah tangga yang sudah bersusah payah menafkahi menjadi bakhil kepada keluarganya.
d.     Mempergaulinya dengan cara yang ma'ruf, hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala    
Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf". (QS an-Nisaa':19).
e.    Melindungi keluarga dari api neraka
Dalam Q.S 66:6 yang menjelaskan tentang itu. Idealnya seorang wanita mendapat suami yang mampu membimbing ke jalan Allah. Tapi bila terjadi sebaliknya, atau suami hanya memiliki pengetahuan yang minim tentang agama, ini jangan menjadi masalah. Janganlah seorang wanita menuntut. Tidak ada sesuatu pun yang ideal dalam hidup ini. Jangan meletakkan standard yang tinggi untuk calon suami
f.     Mengajarkan kepada isterinya pengajaran-pengajaran agama dan mengajaknya untuk berbuat taat. Kewajiban suami lainnya adalah mendidik isteri dalam beragama dan ketaatan.  
Apabila si suami sibuk dengan pekerjaanya sehingga tidak mempunyai waktu cukup untuk mengajarkan agama kepada keluarganya, atau si suami sendiri merasa kurang dengan persoalan-persoalan agama, maka ia boleh menyewa orang lain (tentu sebaiknya gurunya adalah perempuan juga) untuk menjadi guru agama isterinya. Demikian juga untuk putra putrinya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:
اظٌ 􀑧 ةٌ غِلَ 􀑧 ا مَلَائِكَ 􀑧 ارَةُ عَلَيْهَ 􀑧 اسُ وَالْحِجَ 􀑧 ا النَّ 􀑧 ارًا وَقُودُهَ 􀑧 يكُمْ نَ 􀑧 سَكُمْ وَأَهْلِ 􀑧 وا أَنْفُ 􀑧 وا قُ 􀑧 ذِینَ ءَامَنُ 􀑧 یَاأَیُّهَا الَّ ( شِدَادٌ لَا یَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَیَفْعَلُونَ مَا یُؤْمَرُونَ (التحریم:  
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS. At-Tahrim: 6)
g.    Tidak memperpanjang kesalahan isteri selama kesalahannya itu tidak menyangkut syariat.
Tidak ada manusia yang sempurna. Semua tentu ada kekuarangan dan kelebihan.Demikian juga dengan pasangan suami isteri. Apabila di kemudian hari si suami mendapati isterinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya atau berbuat kesalahan, maka suami hendaknya tidak mempersoalkan hal itu dan tidak memperpanjangnya.   dan mempersoalkannya. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda yang
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seorang mukmin tidak boleh membenci seorang wanita mu'min. Apabila ia membenci salah satu perangai dan perbuatannya, namun ia tetap akan suka dan rela dengan perangai dan hal lainnya" (HR. Muslim).
h.    Tidak menyakitinya dengan jalan tidak memukulnya di wajahnya atau menjelekjelekannya.
Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Dan janganlah memukul muka, juga janganlah menjelek-jelekannya" (HR. Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).
Meski Rasulullah saw dalam hadits di atas membolehkan suami untuk memukul isterinya manakala ia sudah keterlaluan dengan catatan tidak boleh di muka, akan tetapi Rasulullah saw sendiri tidak pernah memukul isteri-isterinya. Perhatikan hadits berikut ini:
رأة , 􀑧 ط , ولا ام 􀑧 عن عائشة قالت : ما رأیت رسول الله صلى الله عليه وسلم ضرب خادما له قولا ضرب بيده شيئا قط, إلا أن یجاهد فى سبيل الله (رواه مسلم)
Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw memukul pembantunya sedikitpun, demikian juga tidak pernah memukul isteri-isterinya, juga tidak pernah memukul dengan tangannya siapapun dan apapun kecuali ketika sedang berjihad di jalan Allah" (HR. Muslim).
ada tiga batasan mengenai bolehnya suami memukulisterinya:
1)    Setelah sebelumnya si suami melalui dua tahap yakni menasehatinya dan pindah ranjang .
2)    Pukulannya bersifat untuk mendidik dan memberikan pelajaran karena itu tidak boleh yang berbekas dan berakibat fatal (ghair mubarrah),  .
3)    Apabila si isteri telah taat dan tidak berbuat nusyuz lagi, maka suami tidak bolehmemukulnya.
i.  Tidak boleh mencuekkan, meninggalkan dan membiarkan isterinya kecuali di rumah.
Apabila si isteri berbuat nusyuz, atau berbuat sesuatu yang menyimpang, maka suami boleh mencuekkan, tidak mendekatinya, dengan jalan pindah kamar atau pindah kasur selama itu di dalam rumah sendiri. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya: "Mu'awiyah al-Qusyairi berkata: "Saya bertanya kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah saw, apa hak isteri kami itu?" Rasulullah saw menjawab: "Memberi makannya apabila kamu makan, memberi pakaian apabila kamu berpakaian, tidak boleh memukul muka, jangan menjelekannya, dan jangan kamu pergi menjauhinya kecuali di dalam rumah
saja" (HR. Ab Dawud, Ibn Majah, Ahmad dan Nasai).
Kecuali apabila ada kemaslahatan lain yang lebih besar, maka si suami boleh meninggalkan isteri dari rumah, misalnya nginep sementara waktu di rumah orang tuanya, atau kakak dan adik
j.      Suami wajib dandan dan tampil prima di hadapan isterinya sebagaimana si isteri wajib dandan, berhias dan tampil prima di hadapan suaminya.
kewajiban suami juga isteri adalah dandan dan tampil rapih di hadapan pasangannya
k.    Berbaik sangka kepada isteri.
Di antara kewajiban suami lainnya adalah berbaik sangka kepada isteri manakala timbul masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Baik sangka ini sangat diperlukan mengingat saling berbaik sangka dan saling percaya adalah kunci kelanggengan rumah tangga. Perhatikan firman Allah berikut ini:
( لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (النور: 12
Artinya: "Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."(QS. An-Nur: 12)

E.  KEWAJIBAN ISTERI / HAK SUAMI
a.    Taat kepada suami
Isteri berkewajiban untuk mentaati segala perintah suami dengan catatan selama perintah suami itu tidak mengajak kepada perbuatan maksiat kepada Allah dan selama perbuatan tersebut sesuai dengan kemampuan isteri. Apabila perintah tersebut mengajak berbuat maksiat kepada Allah, misalnya meminta isteri agar diijinkan untuk mendukhulnya dariduburnya, maka si isteri tidak boleh menta'atinya. Dalil kewajiban isteri untuk mentaati perintah dan kemauan suami adalah:
Artinya: "Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: "Saya datang menemui Rasulullah
saw. Beliau lalu bertanya: "Apakah kamu mempunyai suami?" Saya menjawab: "Ya".
Rasulullah saw bertanya kembali: "Apa yang kamu lakukan terhadapnya?" Saya menjawab:
"Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya". Rasulullah saw bersabda kembali: "Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka"
(HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
Namun dengan catatan selama perintahnya itu bukan untuk berbuat maksiat kepada Allah. Apabila ia menyuruh bermaksiat kepadaNya, maka istri tidak boleh mentaatinya. Hal ini didasarkan kepada dalil berikut ini
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada kewajiban taat dalam berbuat maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah untuk perbuatan yang baik" (HR. Bukhari Muslim).
b.    Berdiam diri di rumah, tidak keluar rumah kecuali dengan idzin suami.
( وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى (الأحزاب: 33
Artinya: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu" (QS. Al-Ahzab: 33).
Dalam hal ini Imam Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu al-Fatawa mengatakan:
Artinya: "Seorang isteri haram untuk keluar dari rumahnya kecuali ada idzin dari suaminya.Apabila ia keluar rumah tanpa ada idzin dari suaminya, maka isteri tersebut sudah dipandang sebagai isteri yang berbuat nusyuz, berdosa kepada Allah dan rasulNya serta ia berhak untuk mendapatkan hukuman".
c.    Ta'at dan tidak menolak apabila diajak berhubungan badan.
Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Apabila suami meminta isterinya untuk berhubungan badan, lalu isterinya itu menolak dan enggan, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat sampai pagi hari tiba" (HR. Bukhari Muslim).
d.    Tidak mengijinkan orang lain masuk ke rumah, kecuali ada idzin dan ada keridhaan dari suami.
Seorang isteri dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki lain sekalipun laki-laki itu adalah temannya sendiri ketika kuliah, atau saudara jauhnya selama dapat diperkirakan bahwa si suami tidak akan menyukainya dan demi untuk menghindari fitnah. Namun, apabila adik atau kakak si isteri atau orang lainnya yang diperkirakan si suami akan merelakan dan meridhainya, maka tentu hal demikian diperbolehkan. Hal ini didasrkan kepada salah satu hadits berikut ini:
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri dilarang mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali ada idzin dari suaminya" (HR. Muslim).
e.    Dilarang melakukan puasa sunnat ketika si suami ada kecuali ada idzinnya.
Apabila si isteri hendak melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada, maka ia harus meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya. Hal ini dikhawatirkan ketika si isteri berpuasa,lalu si suami meminta untuk berhubungan badan, tentu si isteri tidak dapat memenuhinya karena ia sedang berpuasa. Hal lain, umumnya orang yang berpuasa itu lemas dan kurang optimal dalam melayani suaminya. Untuk itu, si isteri harus meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya manakala ia bermaksud untuk melakukan puasa agar si suami mengetahui ketika pelayanan si isteri kurang optimal nanti. Mengapa dilarang melakukan puasa sunnat
kecuali ada idzin dari suaminya? Karena hokum melakukan puasa sunnat adalah sunnat saja,
sementara taat kepada suami hukumnya adalah wajib. Tentu yang wajib harus lebih didahulukan daripada yang hukumnya sunnat. Yang Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Haram bagi seorang isteri melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada kecuali dengan idzinnya. Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengidzinkan orang lain memasuki rumahnya kecuali ada idzinnya" (HR. Bukhari).
f.     Tidak menginfakkan sesuatu hartanya kecuali ada idzin dari suami.
Apabila si isteri bermaksud untuk infak dengan harta dari si suami, maka ia terlebih dahulu harus meminta ijin dari suaminya. Demikian juga, apabila ia bermaksud memberikan sesuatu kepada adik-adiknya atau keluarganya, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu.
Mengapa? Karena dalam ajaran Islam, harta yang diusahakan oleh si suami adalah milik si suami. Sementara kewajiban si suami, bukan semata kepada isterinya, akan tetapi juga kepada keluarganya (ibunya, adiknya dan lainnya). Untuk itu, pemberian apapun yang akan dilakukan
oleh si isteri, harus meminta ijinnya terlebih dahulu. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
yang Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak boleh menginfakkan sebagian harta suami kecuali ada idzinnya" (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
g.    Menjaga kehormata dirinya, menjaga putra putrinya juga harta suaminya ketika sisuami sedang tidak di rumah.
Hal ini berdasarkan firman Allah berikut ini:
( فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ (النساء: 34
Artinya: "Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)" (An-Nisa: 34).
سره إذا 􀑧 وقد سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن خير النساء؟ قال : ((التى تطيعه إذ ا أمره , وت نظر, وتحفظه فى نفسها وماله)) [رواه النسائي]
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
h.    Mensyukuri pemberian suami, selalu merasa cukup dan melayani suami dengan baik.
 Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
Artinya: "Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah tidak akan memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah mensyukuri pemberian suaminya , juga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya kepadanya" (HR. Nasai).
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "…Lalu diperlihatkan kepada saya neraka, dan saya tidak pernah melihatnya seperti yang saya lihat hari ini. Ternyata kebanyakan penghuninya adalah para wanita". Para sahabat bertanya: "Mengapa ya Rasulullah saw?" Rasulullah saw menjawab:
"Karena mereka berbuat dosa sebelum mereka berbuat dosa kepada Allah. Mereka banyak berdosa kepada suaminya, dan banyak meninggalkan kebaikan" (HR. Bukhari Muslim).
i.      Berdandan dan mempercantik diri di hadapan suami.
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
j.      Tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh suami
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang isteri pun yang menyakiti suaminya didunia, kecuali isterinya dari bidadari surga akan berkata: "Janganlah kamu menyakitinya, Allahakan membinasakan kamu. Dia itu adalah simpanan bagi kamu kelak yang hamper saja ia berpindah kepada kami" (HR. Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
k.    Harus menjaga kelanggengan rumah tangga dan tidak boleh meminta talak tanpa ada
alasan syar'i yang jelas.
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang meminta untuk ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya untuk mencium baunya surga"(HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah).
l.      Berkabung selama empat bulan sepuluh hari ketika suaminya meninggal.
Bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, ia tidak boleh berhias, berdandan menor, menikah lagi, juga tidak menerima pinangan laki-laki lain yang menggunakan kata-kata yang jelas (tapi boleh menerima pinangan yang diucapkan dengan kata-kata sindirian) sebelum habis masa iddahnya (masa menunggunya)selama empat bulan sepuluh hari (130 hari). Apabila masa iddah empat bulan sepuluh haritelah habis , maka ia boleh berhias, berdandan dan menikah lagi dengan laki-laki lainnya. Hal
ini didasarkan kepada firman Allah swt berikut ini:
نَّ 􀑧 نَ أَجَلَهُ 􀑧 إِذَا بَلَغْ 􀑧 شْرًا فَ 􀑧 هُرٍ وَعَ 􀑧 ةَ أَشْ 􀑧 سِهِنَّ أَرْبَعَ 􀑧 وَالَّذِینَ یُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَیَذَرُونَ أَزْوَاجًا یَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُ
( فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (البقرة: 234
Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" (QS. Al-Baqarah: 234).
F.   HAK BERSAMA ANTARA SUAMI ISTERI
Berikut ini ada beberapa hak bersama yang harus didapatkan baik oleh suami maupun oleh isteri. Hak-hak dimaksud adalah:
1)  Halalnya untuk berhubungan badan. Baik suami isteri berhak mendapatkan kenikmatan berhubungan badan. Oleh karena itu, suami boleh meminta pasangannya untuk melayaninya,demikian juga si isteri berhak meminta suaminya untuk melayani "tidur" nya.
2)   Masing-masing berhak mendapatkan warits. Apabila salah satu pasangannya meninggal, maka pasangan lainnya berhak mendapatkan harta waritasan dari pasangannya yang meninggal tersebut.
3)  Masing-masing berhak untuk diperlakukan dengan baik dan benar.
4)  Keduanya menjadi haram untuk menikahi kerabat masing-masing
G.  HAK DAN KEWAJIBAN ANAK
1.  Hak anak
·         Hidup
·         Tumbuh dan Berkembang
·         Perlindngan
·         Berpartisipasi
·         Bermain
·         Berkreasi
·         Berpartisipasi
·         Berhubungan dengan Orang Tua bila Terpisahkan
·         Bebas Beragama
·         Bebas Berkumpul
·         Bebas Berserikat
·         Hidup dengan Orang Tua
·         Kelangsungan Hidup, Tumbuh dan Berkembang
·         Nama
·         Identitas
·         Kewarganegaraan
·         Pendidikan
·         Informasi
·         Standar Kesehatan Paling Tinggi
·         Standar Hidup yang Layak
·         Pribadi
·         Dari Tindakan/Penangkapan Sewenang-wenang
·         Dari Perampasan Kebebasan
·         Dari Perilaku Kejam, Hukuman dan Perlakuan Tidak Manusiawi
·         Dari siksaan fisik dan nonfisik
·         Dari penculikan, penjualan dan perdagangan
·         Dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual
·         Dari eksploitasi/penyalahgunaan obat-obatan
·         Dari eksploitasi sebagai pekerja anak
·         Dari eksploitasi sebagai kelompok minoritas/kelompok adat terpencil
·         Dari pemandangan atau keadaan yang menurut sifatnya belum layak untuk dilihat anak
·         Khusus dalam situasi genting/darurat
·         Khusus sebagai pengungsi atau orang yang terusir/tergusur
·         Khusus jika mengalami konflik hukum
·         Khusus dalam konflik bersenjata atau konflik sosial
2.    Kewajiban anak
·         Kewajiban Anak
·         Menghormati orang tua, wali dan guru
·         Mencintai Keluarga, masyarakat dan teman
·         Mencintai tanah air, bangsa dan negara
·         Menunaikan ibadah sesuai ajaran agamanya
·         Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia
·         Mengikuti keinginan dan saran orang tua.
·         Seorang anak wajib mengikuti segala keinginan kedua orang tua, dengan catatan keinginan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Allah berfirman : “
·         Mendo’akan kedua orang tua
·         Silaturrahim Dengan Karib Kerabat

H. TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK
·         Mengazankan/mengiqamatkan pada telinga kanan/kiri bayi, langsung setelah lahir dan dimandikan (H.R. Bukhari dan Muslim dari Asmaa binti Abu Bakar).
·         Memberikan nama yang baik untuk anak, karena di hari akhirat seorang akan dipanggil sesuai dengan nama yang diberikan orang tuanya. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Jabir).
·         Menyembelih ‘aqiqah, karena, karena Rasulullah SAW bersabda : Anak-anak yang baru lahir masih tersandra dengan ‘aqiqah. Sebaiknya ‘aqiqah disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran dan pada hari itu juga dicukur rambut serta diberi nama (H.R. Bukhari dan Muslim dll dari Salmaan bin Aamir).
·         Melakukan penyunatan. Hukum penyunatan adalah wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan bagi anak perempuan (H.R. Ahmad dan Baihaqy dari Syaddaad bin Aus).
·         Menyediakan pengasuh, pendidik dan/atau guru yang baik dan kuat beragama dan berakhlak mulia, kalau orang tuanya kurang mampu. Akan tetapi yang terafdhal bagi yang mampu adalah orang tuanya , disamping guru di sekolah dan Ustadz dipengajian. (Alghazaaly, Ihyaau ‘Uluumiddin, Al-Halaby, Cairo, Jld 8, Hal 627).
·         Mengajarnya membaca dan memahami Al-Qur’an; memberikan pendidikan
Jasmani (H.R. baihaqi dari Ibnu Umar).
·         Memberikan makanan yang halal untuk anaknya
·         Melatih mereka shalat selambat-lambatnya pada usia tujuh tahun dan sedikit lebih keras dikala sudah berusia sepuluh tahun. (Ahmad dan Abu Daud dari ‘Amru bin Syu’ib).
·         Memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dengan anak perempuan, juga
antara mereka dengan orang tuanya, bila usianya telah mencapai sepuluh tahun(H.R. Bazzaar).
·         Membiasakan berakhlak Islami dalam bersikap, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya, sehingga semua kelakuannya menjadi terpuji menurut Islam (H.R.Turmuzy, dari Jaabir bin Samrah).
·         Menanamkan etika malu pada tempatnya dan membiasakan minta izin keluar/masuk rumah, terutama ke kamar orang tuanya, teristimewa lagi saat-saat zhahiirah dan selepas shalat Isya. (QS. Annuur :59).
·         Berlaku kontinuitas dalam mendidik, membimbing dan membina mereka.
·         Demikian juga dalam penyandangan dana dalam batas kemampuan, sehingga sang anak mampu berdikari (H.R. Abu Daud dari abu Qalaabah).
·         Berlaku adil dalam memberi perhatian, washiyat, biaya dan cinta kasih kepada mereka (HR. Muslim dari Anas bin Maalik).



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil adalah sebagai berikut:
Rumah tangga adalah suatu kebutuhan manusia, merupakan sunatullah untuk saling berbagi, karena tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Oleh karena itu kewajiban kita untuk menjaga rumah tangga ini menjadi rumah tangga samara, berusaha untuk menjadikan rumah tangga syurga bagi kita dan keluarga(rumahku adalah syurgaku). Janji
Allah kepada kita dalam surat ke 52 ayat 21, bahwa “Orang2 yang beriman akan diberikan karunia untuk berkumpul bersama dengan keturunannya dan pasangan pasangannya di syurga nanti atas landasan iman” Jadi bila ia beriman, pasangannya beriman, keturunannya beriman, maka Allah menjanjikan untuk menyatukan mereka di syurga. Sehingga kita perlu berniat dan berusaha untuk bisa berkumpul bersama pasangan dan keturunan2 kita di syurgaNya nanti, memiliki visi dan misi yang sama kedepannya. Dan bilapun memiliki pasangan dengan pandangan berbeda, maka ini adalah ujian yang insya Allah mudah2an menjadi pahala bagi kita. Mudah2an Allah memberikan pasangan yang sholeh/sholehah untuk yang belum memiliki pasangan, dan untuk yang sudah menikah mudah2an mendapatkan keluarga yang diridhoi Allah, yang tidak hanya berumahtangga di dunia, tapi Allah satukan juga di jannatul firdausNya, amiin ya rabbal ‘alamiin..
Alhamdulillahirabbil’aalamiin..
B.  Saran         
       Sebelum melaksanakan atau menulis makalah hendaknya anda menganalisa maksud dan tujuan anda menulis makalah ini.Dalam mencari materi usahakan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan dengan cara menyertakan sumber tempat anda mengutip materi tersebut












                                                                                                                   

1 komentar:

  1. Poker Room - Jtmhub.com
    Poker Room - Jtmhub.com. Poker Room - View the latest Poker Tournaments at 제주도 출장샵 Jtm 상주 출장샵 Hub including Omaha, 구미 출장안마 Omaha, Hi-Lo, Three Card Stud 군포 출장안마 and Omaha. 시흥 출장마사지

    BalasHapus