BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum
seseorang memutuskan untuk orang pilihannya pasti memiliki pertimbangan, dan pertimbangan tersebut
terkadang di ambil berdasarkan informasi dari orang lain maupu seseorang
langsung mencari tau sendiri orang yang iya sukai dengan jalan pendekatan
Dalam
proses pendekatan ini terkadang keduanya
salah melangkah dan akhirny tidak sampai pada target malah membuat permasalahan
baru, baik bagi dirinya,kedua belah pihak maupun keluarganya,namun tak menutup
kemungkinan ada juga yang berhasil hingga ke jenjang pernikahan kemudian
membentuk suatu keluarga
Keluarga
merupakan bagian terkecil dari sebuah mesyarakat dimana didalamnya hanya
terdiri dari sebuah kumpulan kecil yang terdirir dari suami, istri, dan mungkin
sebagian anak. Setiap individu juga pasti menginginkan sebuah keluarga yang di
dalamnya terdapat suatu kenyamanan, baik ketika berada di rumah maupun ketika
berada diluar rumah. Dimana seluruh hak dan kewajiban bisa mereka dapatkan dan
laksanakan sebagai konsekuensi dari hidup bersama
Dalam
realitas sosial yang terjadi dimasyarakat zaman sekarang seperti yang kita ketahui
dari media-media yang ada seperti media elektronik, cetak dan yang lainnya
banyak sekali keluarga yang mengalami perceraian. Diantara sebab-sebab yang
mengakibatkan perceraian tersebut aslah satunya adalah tidak terpenuhinya
hak-hak dan kewajiban antara suami dan istri.
Akan
tetapi islam datang umtuk mengatur hubungan antara dua orang tersebut baik
sebelu menikah maupun setelah menikah,. Dengan demiikan maka dibuatlah
ketentuan bagi mereka berdua hak-hak atas lainnya, dan juga dibuatlah
undang-undang perkawinan
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Manajemen kebidana ?
Lingkup praktek kebidanan?
Bagaimanakah Pengorganisasian
praktik asuhan kebidanan ?
C. Tujuan
1. Tujuan
umum
Untuk mengetahui jalan menujuh keluarga sakinah mawaddah
warahmah
2.
Tujuan Khusus
Tujuan pembuatan makalah ini
adalah
1)
Pandangan agama
tentang hubungan pra nikah
2)
Hokum pernikahan
3)
Hak dan kewajiban
terhadap anak,suami dan istri
D. Sasaran
Sasaran dari makalah ini adalah seluruh mahasiswa kebidanan dan para remaja
Sasaran dari makalah ini adalah seluruh mahasiswa kebidanan dan para remaja
E. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui
Pandangan agama tentang hubungan pra nikah(pacaran),Hukum pernikahan,Hak dan
kewajiban terhadap anak,suami dan istri hingga dapat menciptakan keluarga
bahagia
A.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PRANIKAH
1.
Hal
hal yang dilarang oleh agama sebelum
menikah yaitu
·
Pacaran
·
Ajaran Islam Melarang Suatu Hubungan yang
Mendekati Zina
·
Islam Memerintahkan untuk Menundukkan
Pandangan
·
Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan
Jenis
·
Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang
Dilarang
2. Fenomena Pacaran
Dapat
diketahui bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan
pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian
timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi.
Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman.
Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi
min dzalik-. Lalu pintu mana lagi
paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!
Mungkinkah
ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang
dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari
larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!
Namun
yang perlu kita ketahui yaitu Islam yang sempurna telah mengatur hubungan
dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu
pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan
pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat.
Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda
dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari
Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak
pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal
pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau
belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka
menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu
bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul
Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak
cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling
membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan
cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum
diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta
pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman
nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan. [Muhammad Abduh Tuasikal]
3. Perjanjian pranikah
Dalam
masyarakat kita, perjanjian pranikah masih jarang dibuat oleh pasangan yang
akan menikah, karena dianggap tidak ‘pantas’. Untuk apa bikin perjanjian
pranikah segala? Memangnya mau siap-siap cerai? Begitulah kira-kira alasan mereka.
Maklum, perjanjian pranikah kerap dianggap satu paket dengan persiapan
perceraian.
Padahal perjanjian pranikah tidak ditujukan untuk itu,
melainkan justru untuk melindungi Anda dan keluarga Anda, khususnya anak-anak,
ketika hal buruk terjadi dalam perkawinan. Dan, hal buruk bukan hanya
perceraian, kan?
“Perjanjian pranikah bukanlah untuk persiapan cerai. Para
pengusaha sudah biasa melakukan itu. Harta keluarga dipisah, jadi kalau terjadi
kebangkrutan, istri dan anaknya selamat,” ujar
B. PERNIKAHAN
1. Pengertiana pernikahan
Pernikahan
adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya
kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan.[1]
Pernikahan
adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena
nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak
dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu pernikahan, maka ia akan mencari
jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman Allah
Ta’ala:
Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup dan
adapun criteria memilih kriterian cari
calon pendamping hidup harus sesuai dengan syariat Islam
1.
Kriteria Memilih Calon Istri
§ Hendaknya
calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita
yang mengerti agama
Dari
Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau
bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
§ Hendaknya
memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah
nikah.
2. Kriteria
Memilih Calon Suami
·
Islam
(dengan
wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)
·
Berilmu dan Baik Akhlaknya
Masa
depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam
memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih,dan taat beragama.
3.
Hukum dan syarat pernikahan menururut uud Indonesia dan agama
a.
Syarat pernikahan berdasar
undang-undang
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan,
syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan
melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:
Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin
dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah
meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh
dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya.
Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu
menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara
atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke
atas.
b.
Hukum pernikahan menurut agama
Hadist
Rasulullahsaw riwayatIbnuMajah: “Nikah adalah sunahku, barang siapa tidak menjalankan
sunnahku, diabukanumatku.” Memahami hadist
tersebut,bias diambil pemaknaan bahwa nikah adalah anjuran (bukan kewajiban) yang
bias dikatagorikan sebagai sunah yang mendekati wajib ,atau sunah muakkad. Meskipun
demikian, anjuran untuk menikah i ni bobotnya biasa berubah-ubah menjadi wajib,
·
Haram bagi mereka yang mempunyai niat
jelek dalam pernikahannya
·
Sunah bagi mereka yang berkeinginan
menikah dan mempunyai kemampuan untuk membiayai keluarga dan mengurusi rumah tangga
·
Makruh bagi mereka yang belum berkeinginan untuk menikah
,apabila menikah dikhawatirkan mereka akan teledor dalam menunaikan kewajibannya.
·
Jaiz/mubah : inilah hukuma soal pernikahan
Dalam
aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
4. Tujuan
Pernikahan Dalam Islam
Untuk
memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
Untuk
membentengi ahlak yang luhur
Untuk
menegakkan rumah tangga yang islami
Untuk
meningkatkan ibadah kepada Allah
Untuk
mencari keturunan yang shalih
5. Status perkawinan
SuratAnNisa4:21
,bahwa perkawinan sebagai Mitsaqan
Galidhan ,yakni sebuah ikatan yang kokoh .Ikatan tersebut mulai diakui
setelah terucapnya sebuah perjanjian yang tertuang dalam bentuk ijab dan qobul.
Bisa dipahami bahwa pernikahan merupakan Sunatulllah, sehingga dalam pelaksanaannya
manusia tidak bias menyalurkan hasrat dan keinginan seksualnya secara bebas tanpa
mengikuti aturan-aturan yang berlaku
c.
Rukun Penikahan
Calonsuami :
Islam, Tidakdipaksa,
bukanMahramnya,
tidaksedangmelakukanibadahhajiatauumroh
Calonistri : Islam,
tidak dipaksa, bukan Mahramnya,
tidak sedang melakukan ibadah hajiatauumroh,
tidak dalam masa idah, tidakbersuami, telah mendapatkan ijin
wali
Wali
Nikah : Islam, Dewasa, Sehatakalnya,
dantidakfasik
2 OrangSaksi : Islam, dewasa, sehatakalnya, tidak fasik
dan hadir
dalam nikah
Ijab
Qobul : Dengan mengatakan nikah atau zawaj
Ada kecocokan antara
ijab dan qobul
Berturut-turut Tidak ada syarat yang memberatkan
6. Bentuk perkawinan
a. Masa pra Islam
Masih kental sekali menampakkan nuansa patriarkhi dalam
pengaturannya.
Berbagai bentuk perkawinan yang ada lebih menempatkan
perempuan sebagai objek yang harus tunduk dan mengikuti
keinginan laki-laki (suami) daripada sebagai teman hidup yang
bakal memberikan keturunan kepadanya.
Perempuan tidak mempunyai hak menentukan perkawinan.
b. Bentuk Perkawinan Masa sekarang
o Bentuk perkawinan yang mendominasi adalah perkawinan yang bersifat
kontraktual.
o Konsep perkawinan sebagai sebuah akad yang sacral dan bernilai ibadah
tidak tampak.
o Bentuk perkawinan yang ada dilangsungkan tidak dengan ketentuan syariat
Islam yang berlaku melainkan cenderung kepada kepentingan pihak-pihak tertentu dengan
kesepakatan tradisi
o Pada kasus perceraian, perempuan pada masa jahiliyah juga tidak
mendapatkan apapun sebagai nafkahnya. Laki-laki mempunyai hak mutlak dalam hak
perceraian, dia bisa menceraikan istrinya kapan saja serta dengan alasan yang
terkadang memojokkan pihak perempuan.
7. Beberapa Contoh Praktik Perkawinan
AL DAIZAN
ZAWAJ AL BADAL
ZAWAJ AL ISTIBDA
ALMUKTI
ZAWAJ AL SIGH HAR
NIKAH AL ZAINAH
c. KonsepPerwalian dan mahar
a) Sebelum islam
Wali dianggap sebagai pemandu perempuan Arab pada masa itu yang kebanyakan
masih bodoh, tidak berpendidikan dan tertinggal
dalam segala bidang sedangkan Mahar adalah
harga seorang perempuan yang dibeli dari walinya.
b) Masa Islam
Konsep Perwalian Kesepakatan jumhurulama bahwa pernikahan dipandang
sahbila tidak disertai seorang wali (Sadiq Hasyim, 2001:154) Dalam istilah fiqih, wali berarti orang
yang memiliki kuasa untuk melakukan tasharruf tanpa tergantung izin dari orang lain
sedangkan Mahar Isyarat Al-Quran menyebutnya
dengan Nihlah atau Saduqat (pemberian) mahar adalah sebagai tanda kesungguhan
cinta kasih yang diberikan oleh laki-laki kepada perempuan, yang diberikan secara
sukarela tidak mengharap imbalan apapun (An-Nisa,4: 4)
8. Prinsip-PrinsipPernikahan
1.Prinsip Kebebasan Memilih
2.Prinsip Mawaddah
3.Prinsip Rahmah
4.Prinsip Amanah/TanggungJawab
5.Prinsip Mu’asyarahBilMa’
9. Kontroversi dalam pernikahan
Poligami
Nikah siri
Mut’ah
10. Perkawianan
beda agama
Berdasarkan
arus derasnya globalisasi hingga mengakibatkan beberapa filosofi hukum dari
berbagai latar belakang yang berbeda
Misalkan
dalam kasusus perkawinan beda agama Dalam
o
KHI
kawin beda agama mutlak tidak boleh (pasal 44 dan61 ) sementara dalam
cld-khi dibolehkan selamadalam batas
untuk mencapai perkawinan (pasal 54)
o
Dalam al qur’an membagi dua kelompok ytu
o
Muslim
dan alhlul kitab
seorang
laki laki muslim tidak boleh menikahi perempuan musrik karena firman allah dalam qs surah 2 :22
tetapi boleh nikah dengan ahlul kitab karena firman allah qs 5:5 sementara itu
perempuan dilarang kawin dengan laki laki kafir mana pun karena firman allah qs
2:221
o
Para ulama
Para
ulama Fikih sepakat bahwa seorang laki laki muslim haram hukumnya menikah
dengan perempuan musrik begitu pula sebaliknya Kalau dicermati pendapat ahli
fikih terbagi atas dua yaitu pertama
mengatakan bahwa seorang laki
laki sama sekali boleh menikahi perempuan yang bukan muslim termasuk alhlul
kitab dan kedua sebagian mengatakan bahwa seorang laki laki boleh menikahi
wanita ahlulkitab alasannya karena islam menganut bentuk toleransi terhadap
agama lain sehubungan dengan pendapat ini dikhawatirkan seorang lelaki yang
menikahi wanita khulul kitab pada hari
akhir akan di tarik masuk agama istrinya dikarenakan iya rendah ahlaknya maka dari itu sebelum menikah seorang laki
laki yang rendah agamanya di bandingkan dengan calon suaminya akan diteliti
dengan berbgai cara kemudian jika benar adanya maka menutup kemungkinan
terjadinya murtad (tidak terjadinya perlindungan perkawinan akan dilarang
Sedangkan
pendapat ulama ulamasyafi’iyah dan kelompok malikiyah berpendapat bahwa orang
seorang laki laki yang menikah denga perempuan khulul qur’an hukumnya makruh Dan menurut almawardi
menyatakan bahwa tidak semua wanita khulul kitab halal dinikahi
C. PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN
Hak
adalah sesuatu yang harus didapatkan dan diraih oleh seseorang, sementara
kewajibanadalah sesuatu yang harus ditunaikan dan dilaksanakan. Bagi seorang
murid, haknya adalah mendapatkan pendidikan dan pelajaran dengan baik,
sementara kewajibannya adalah menghormati guru, membayar uang sekolah dan
mentaati peraturan sekolah. Demikian juga, hak isteri adalah
mendapatkan
nafkah, dan perlakukan baik dari suaminya, sementara kewajibannya adalah
mentaati segala perintah suaminya orang tuanya selama hal itu tidak menyimpang dari ajaran
Islam.
D. KEWAJIBAN SUAMI/HAK ISTRI
a.
Membayar mahar dengan sempurna
Mahar tergantung pada tingkat ekonomi suami. Makin tinggi
tingkat ekonomi suami, makin tinggi nilai mahar, begitupula sebaliknya.
b.
Memberi nafkah untuk keluarga
Meliputi
makanan, pakaian, tempat tinggal dan pengobatan. dan Bagi seorang istri 2
pahala apabila ia membantu menafkahi keluarga, yaitu pahala bershodaqoh dan
pahala menyambung silaturahmi. Seperti dalam riwayat Zainab yang mampu secara
ekonomi sedangkan suaminya tidak mampu. Disaat ia memiliki harta yang lebih
banyak dan tidak tahu hendak dikemanakan, sedangkan suaminya tidak mampu.
Kemudian Zainab bertanya ke Rasulullah melalui Bilal. Rasulullah menjawab,
seorang istri yang membantu suaminya dalam menafkahi maka akan mendapat pahala
dua kali lipat, yaitu pahala berinfaq/bershodaqoh dan pahala menyambung
silaturahim. Padahal menurut fiqh, apabila seorang suami tidak mampu menafkahi,
maka istri berhak untuk meminta cerai. Bila Zainab minta cerai, sah saja, tapi
ia tidak mau, melainkan ia membantu menyelamatkan keluarga dengan membantu
menafkahi, sehingga ia menyambung silaturahim dan bershodaqoh, yang merupakan
pahala yang besar.
c. Menyikapi
istri dengan baik
Dalam QS An Nisa ayat 19, yang artinya,
”Pergaulilah istrimu dengan cara yang patut” Ini adalah perintah khusus untuk
suami. “ dan apabila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah. Karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak.” Jadi bisa jadi sesuatu yang tidak kita sukai sebenarnya adalah
baik untuk kita, atau sesuatu yang kita sukai tapi itu sebenarnya tidak baik
untuk kita.
Contohnya
antara lain dengan melapangkan nafkahnya, tidak pelit, jangan mentang-mentang
telah menjadi kepala rumah tangga yang sudah bersusah payah menafkahi menjadi
bakhil kepada keluarganya.
d.
Mempergaulinya dengan cara yang ma'ruf, hal
itu berdasarkan firman Allah Ta'ala
Dan
bergaullah dengan mereka secara ma'ruf". (QS an-Nisaa':19).
e.
Melindungi keluarga dari api neraka
Dalam
Q.S 66:6 yang menjelaskan tentang itu. Idealnya seorang wanita mendapat suami
yang mampu membimbing ke jalan Allah. Tapi bila terjadi sebaliknya, atau suami
hanya memiliki pengetahuan yang minim tentang agama, ini jangan menjadi
masalah. Janganlah seorang wanita menuntut. Tidak ada sesuatu pun yang ideal
dalam hidup ini. Jangan meletakkan standard yang tinggi untuk calon suami
f.
Mengajarkan kepada isterinya
pengajaran-pengajaran agama dan mengajaknya untuk berbuat taat. Kewajiban suami
lainnya adalah mendidik isteri dalam beragama dan ketaatan.
Apabila
si suami sibuk dengan pekerjaanya sehingga tidak mempunyai waktu cukup untuk mengajarkan
agama kepada keluarganya, atau si suami sendiri merasa kurang dengan
persoalan-persoalan agama, maka ia boleh menyewa orang lain (tentu sebaiknya gurunya
adalah perempuan juga) untuk menjadi guru agama isterinya. Demikian juga untuk putra
putrinya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:
اظٌ ةٌ غِلَ
ا مَلَائِكَ
ارَةُ
عَلَيْهَ اسُ وَالْحِجَ ا النَّ
ارًا
وَقُودُهَ يكُمْ نَ سَكُمْ
وَأَهْلِ وا أَنْفُ وا قُ
ذِینَ
ءَامَنُ یَاأَیُّهَا
الَّ ( شِدَادٌ لَا یَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَیَفْعَلُونَ مَا یُؤْمَرُونَ
(التحریم:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS. At-Tahrim: 6)
g. Tidak memperpanjang kesalahan isteri selama
kesalahannya itu tidak menyangkut syariat.
Tidak ada manusia yang sempurna. Semua tentu ada
kekuarangan dan kelebihan.Demikian juga dengan pasangan suami isteri. Apabila
di kemudian hari si suami mendapati isterinya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkannya atau berbuat kesalahan, maka suami hendaknya tidak mempersoalkan
hal itu dan tidak memperpanjangnya. dan mempersoalkannya. Dalam hal ini Rasulullah
saw bersabda yang
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seorang mukmin
tidak boleh membenci seorang wanita mu'min. Apabila ia membenci salah satu perangai
dan perbuatannya, namun ia tetap akan suka dan rela dengan perangai dan hal
lainnya" (HR. Muslim).
h. Tidak menyakitinya dengan jalan tidak memukulnya di
wajahnya atau menjelekjelekannya.
Dalam
hal ini Rasulullah saw bersabda:
Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Dan janganlah memukul muka, juga janganlah
menjelek-jelekannya" (HR. Abu Dawud, Ibn Majah dan Ahmad).
Meski
Rasulullah saw dalam hadits di atas membolehkan suami untuk memukul isterinya
manakala ia sudah keterlaluan dengan catatan tidak boleh di muka, akan tetapi
Rasulullah saw sendiri tidak pernah memukul isteri-isterinya. Perhatikan hadits
berikut ini:
رأة
, ط , ولا ام عن عائشة قالت : ما رأیت رسول
الله صلى الله عليه وسلم ضرب خادما له قولا ضرب بيده شيئا قط, إلا أن یجاهد فى سبيل
الله (رواه مسلم)
Artinya:
"Siti Aisyah berkata: "Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw
memukul pembantunya sedikitpun, demikian juga tidak pernah memukul
isteri-isterinya, juga tidak pernah memukul dengan tangannya siapapun dan
apapun kecuali ketika sedang berjihad di jalan Allah" (HR. Muslim).
ada
tiga batasan mengenai bolehnya suami memukulisterinya:
1)
Setelah sebelumnya si suami melalui dua tahap
yakni menasehatinya dan pindah ranjang .
2)
Pukulannya bersifat untuk mendidik dan
memberikan pelajaran karena itu tidak boleh yang berbekas dan berakibat fatal (ghair
mubarrah), .
3)
Apabila si isteri telah taat dan tidak
berbuat nusyuz lagi, maka suami tidak bolehmemukulnya.
i. Tidak boleh mencuekkan, meninggalkan dan membiarkan
isterinya kecuali di rumah.
Apabila
si isteri berbuat nusyuz, atau berbuat sesuatu yang menyimpang, maka suami
boleh mencuekkan, tidak mendekatinya, dengan jalan pindah kamar atau pindah kasur
selama itu di dalam rumah sendiri. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw
yang artinya: "Mu'awiyah al-Qusyairi berkata: "Saya bertanya kepada
Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah saw, apa hak isteri kami itu?"
Rasulullah saw menjawab: "Memberi makannya apabila kamu makan, memberi
pakaian apabila kamu berpakaian, tidak boleh memukul muka, jangan
menjelekannya, dan jangan kamu pergi menjauhinya kecuali di dalam rumah
saja"
(HR. Ab Dawud, Ibn Majah, Ahmad dan Nasai).
Kecuali
apabila ada kemaslahatan lain yang lebih besar, maka si suami boleh meninggalkan
isteri dari rumah, misalnya nginep sementara waktu di rumah orang tuanya, atau
kakak dan adik
j.
Suami wajib dandan
dan tampil prima di hadapan isterinya sebagaimana si isteri wajib dandan,
berhias dan tampil prima di hadapan suaminya.
kewajiban
suami juga isteri adalah dandan dan tampil rapih di hadapan pasangannya
k. Berbaik
sangka kepada isteri.
Di antara kewajiban suami lainnya adalah berbaik sangka
kepada isteri manakala timbul masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Baik
sangka ini sangat diperlukan mengingat saling berbaik sangka dan saling percaya
adalah kunci kelanggengan rumah tangga. Perhatikan firman Allah berikut ini:
( لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (النور: 12
Artinya: "Mengapa di waktu kamu mendengar berita
bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri
mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita
bohong yang nyata."(QS. An-Nur: 12)
E. KEWAJIBAN
ISTERI / HAK SUAMI
a. Taat
kepada suami
Isteri
berkewajiban untuk mentaati segala perintah suami dengan catatan selama perintah
suami itu tidak mengajak kepada perbuatan maksiat kepada Allah dan selama perbuatan
tersebut sesuai dengan kemampuan isteri. Apabila perintah tersebut mengajak berbuat
maksiat kepada Allah, misalnya meminta isteri agar diijinkan untuk mendukhulnya
dariduburnya, maka si isteri tidak boleh menta'atinya. Dalil kewajiban isteri
untuk mentaati perintah dan kemauan suami adalah:
Artinya:
"Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: "Saya datang menemui
Rasulullah
saw.
Beliau lalu bertanya: "Apakah kamu mempunyai suami?" Saya menjawab:
"Ya".
Rasulullah
saw bertanya kembali: "Apa yang kamu lakukan terhadapnya?" Saya
menjawab:
"Saya
tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya".
Rasulullah saw bersabda kembali: "Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu,
sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke
neraka"
(HR.
Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).
Artinya:
"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab:
"Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan
ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR.
Nasa'i).
Namun
dengan catatan selama perintahnya itu bukan untuk berbuat maksiat kepada Allah.
Apabila ia menyuruh bermaksiat kepadaNya, maka istri tidak boleh mentaatinya.
Hal ini didasarkan kepada dalil berikut ini
Artinya:
"Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada kewajiban taat dalam berbuat
maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah untuk perbuatan yang
baik" (HR. Bukhari Muslim).
b.
Berdiam diri di rumah, tidak keluar rumah
kecuali dengan idzin suami.
( وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى (الأحزاب:
33
Artinya:
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkahlaku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu" (QS. Al-Ahzab:
33).
Dalam
hal ini Imam Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu al-Fatawa mengatakan:
Artinya:
"Seorang isteri haram untuk keluar dari rumahnya kecuali ada idzin dari
suaminya.Apabila ia keluar rumah tanpa ada idzin dari suaminya, maka isteri
tersebut sudah dipandang sebagai isteri yang berbuat nusyuz, berdosa kepada
Allah dan rasulNya serta ia berhak untuk mendapatkan hukuman".
c.
Ta'at dan tidak menolak apabila diajak
berhubungan badan.
Artinya:
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Apabila suami meminta
isterinya untuk berhubungan badan, lalu isterinya itu menolak dan enggan, maka
ia akan dilaknat oleh para malaikat sampai pagi hari tiba" (HR. Bukhari
Muslim).
d.
Tidak mengijinkan orang lain masuk ke rumah,
kecuali ada idzin dan ada keridhaan dari suami.
Seorang
isteri dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki lain sekalipun laki-laki itu
adalah temannya sendiri ketika kuliah, atau saudara jauhnya selama dapat
diperkirakan bahwa si suami tidak akan menyukainya dan demi untuk menghindari
fitnah. Namun, apabila adik atau kakak si isteri atau orang lainnya yang
diperkirakan si suami akan merelakan dan meridhainya, maka tentu hal demikian
diperbolehkan. Hal ini didasrkan kepada salah satu hadits berikut ini:
Artinya:
"Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri dilarang mengijinkan orang
lain masuk ke dalam rumahnya kecuali ada idzin dari suaminya" (HR.
Muslim).
e.
Dilarang melakukan puasa sunnat ketika si
suami ada kecuali ada idzinnya.
Apabila
si isteri hendak melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada, maka ia harus meminta
idzin terlebih dahulu kepada suaminya. Hal ini dikhawatirkan ketika si isteri
berpuasa,lalu si suami meminta untuk berhubungan badan, tentu si isteri tidak
dapat memenuhinya karena ia sedang berpuasa. Hal lain, umumnya orang yang
berpuasa itu lemas dan kurang optimal dalam melayani suaminya. Untuk itu, si
isteri harus meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya manakala ia
bermaksud untuk melakukan puasa agar si suami mengetahui ketika pelayanan si
isteri kurang optimal nanti. Mengapa dilarang melakukan puasa sunnat
kecuali
ada idzin dari suaminya? Karena hokum melakukan puasa sunnat adalah sunnat
saja,
sementara
taat kepada suami hukumnya adalah wajib. Tentu yang wajib harus lebih didahulukan
daripada yang hukumnya sunnat. Yang Artinya: "Rasulullah saw bersabda:
"Haram bagi seorang isteri melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada
kecuali dengan idzinnya. Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengidzinkan orang
lain memasuki rumahnya kecuali ada idzinnya" (HR. Bukhari).
f.
Tidak menginfakkan
sesuatu hartanya kecuali ada idzin dari suami.
Apabila
si isteri bermaksud untuk infak dengan harta dari si suami, maka ia terlebih dahulu
harus meminta ijin dari suaminya. Demikian juga, apabila ia bermaksud
memberikan sesuatu kepada adik-adiknya atau keluarganya, maka ia harus meminta
ijin terlebih dahulu.
Mengapa?
Karena dalam ajaran Islam, harta yang diusahakan oleh si suami adalah milik si suami.
Sementara kewajiban si suami, bukan semata kepada isterinya, akan tetapi juga
kepada keluarganya (ibunya, adiknya dan lainnya). Untuk itu, pemberian apapun
yang akan dilakukan
oleh
si isteri, harus meminta ijinnya terlebih dahulu. Hal ini didasarkan kepada
hadits berikut ini:
yang
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak boleh
menginfakkan sebagian harta suami kecuali ada idzinnya" (HR. Abu Dawud,
Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
g.
Menjaga kehormata dirinya, menjaga putra
putrinya juga harta suaminya ketika sisuami sedang tidak di rumah.
Hal
ini berdasarkan firman Allah berikut ini:
( فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ (النساء: 34
Artinya:
"Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)" (An-Nisa: 34).
سره إذا
وقد سئل النبي صلى الله عليه
وسلم عن خير النساء؟ قال : ((التى تطيعه إذ ا أمره , وت نظر, وتحفظه فى نفسها وماله))
[رواه النسائي]
Artinya:
"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab:
"Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan
ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR.
Nasa'i).
h.
Mensyukuri pemberian suami, selalu merasa
cukup dan melayani suami dengan baik.
Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
Artinya:
"Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah tidak akan
memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah mensyukuri pemberian suaminya ,
juga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya
kepadanya" (HR. Nasai).
Artinya:
"Rasulullah saw bersabda: "…Lalu diperlihatkan kepada saya neraka,
dan saya tidak pernah melihatnya seperti yang saya lihat hari ini. Ternyata
kebanyakan penghuninya adalah para wanita". Para sahabat bertanya:
"Mengapa ya Rasulullah saw?" Rasulullah saw menjawab:
"Karena
mereka berbuat dosa sebelum mereka berbuat dosa kepada Allah. Mereka banyak berdosa
kepada suaminya, dan banyak meninggalkan kebaikan" (HR. Bukhari Muslim).
i.
Berdandan dan mempercantik diri di hadapan
suami.
Artinya:
"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab:
"Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan
ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR.
Nasa'i).
j. Tidak
berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh suami
Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang isteri pun yang menyakiti
suaminya didunia, kecuali isterinya dari bidadari surga akan berkata:
"Janganlah kamu menyakitinya, Allahakan membinasakan kamu. Dia itu adalah
simpanan bagi kamu kelak yang hamper saja ia berpindah kepada kami" (HR.
Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
k.
Harus menjaga kelanggengan rumah tangga dan
tidak boleh meminta talak tanpa ada
alasan
syar'i yang jelas.
Artinya:
"Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang meminta untuk
ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya untuk
mencium baunya surga"(HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah).
l. Berkabung
selama empat bulan sepuluh hari ketika suaminya meninggal.
Bagi
wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, ia tidak boleh berhias, berdandan menor,
menikah lagi, juga tidak menerima pinangan laki-laki lain yang menggunakan
kata-kata yang jelas (tapi boleh menerima pinangan yang diucapkan dengan
kata-kata sindirian) sebelum habis masa iddahnya (masa menunggunya)selama empat
bulan sepuluh hari (130 hari). Apabila masa iddah empat bulan sepuluh
haritelah habis , maka ia boleh berhias, berdandan dan menikah lagi dengan
laki-laki lainnya. Hal
ini
didasarkan kepada firman Allah swt berikut ini:
نَّ نَ أَجَلَهُ إِذَا بَلَغْ شْرًا فَ هُرٍ وَعَ ةَ أَشْ سِهِنَّ أَرْبَعَ وَالَّذِینَ یُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ
وَیَذَرُونَ أَزْوَاجًا یَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُ
( فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (البقرة: 234
Artinya:
"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat
bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" (QS. Al-Baqarah: 234).
F. HAK BERSAMA ANTARA SUAMI ISTERI
Berikut
ini ada beberapa hak bersama yang harus didapatkan baik oleh suami maupun oleh isteri.
Hak-hak dimaksud adalah:
1) Halalnya
untuk berhubungan badan. Baik suami isteri berhak mendapatkan kenikmatan berhubungan
badan. Oleh karena itu, suami boleh meminta pasangannya untuk
melayaninya,demikian juga si isteri berhak meminta suaminya untuk melayani
"tidur" nya.
2) Masing-masing berhak mendapatkan warits.
Apabila salah satu pasangannya meninggal, maka pasangan lainnya berhak
mendapatkan harta waritasan dari pasangannya yang meninggal tersebut.
3) Masing-masing
berhak untuk diperlakukan dengan baik dan benar.
4) Keduanya
menjadi haram untuk menikahi kerabat masing-masing
G. HAK DAN KEWAJIBAN ANAK
1. Hak anak
·
Hidup
·
Tumbuh dan Berkembang
·
Perlindngan
·
Berpartisipasi
·
Bermain
·
Berkreasi
·
Berpartisipasi
·
Berhubungan dengan Orang Tua bila Terpisahkan
·
Bebas Beragama
·
Bebas Berkumpul
·
Bebas Berserikat
·
Hidup dengan Orang Tua
·
Kelangsungan Hidup, Tumbuh dan Berkembang
·
Nama
·
Identitas
·
Kewarganegaraan
·
Pendidikan
·
Informasi
·
Standar Kesehatan Paling Tinggi
·
Standar Hidup yang Layak
·
Pribadi
·
Dari Tindakan/Penangkapan Sewenang-wenang
·
Dari Perampasan Kebebasan
·
Dari Perilaku Kejam, Hukuman dan Perlakuan
Tidak Manusiawi
·
Dari siksaan fisik dan nonfisik
·
Dari penculikan, penjualan dan perdagangan
·
Dari eksploitasi seksual dan kegunaan seksual
·
Dari eksploitasi/penyalahgunaan obat-obatan
·
Dari eksploitasi sebagai pekerja anak
·
Dari eksploitasi sebagai kelompok
minoritas/kelompok adat terpencil
·
Dari pemandangan atau keadaan yang menurut
sifatnya belum layak untuk dilihat anak
·
Khusus dalam situasi genting/darurat
·
Khusus sebagai pengungsi atau orang yang
terusir/tergusur
·
Khusus jika mengalami konflik hukum
·
Khusus dalam konflik bersenjata atau konflik
sosial
2.
Kewajiban
anak
·
Kewajiban Anak
·
Menghormati orang tua, wali dan guru
·
Mencintai Keluarga, masyarakat dan teman
·
Mencintai tanah air, bangsa dan negara
·
Menunaikan ibadah sesuai ajaran agamanya
·
Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia
·
Mengikuti keinginan dan saran orang tua.
·
Seorang anak wajib mengikuti segala keinginan
kedua orang tua, dengan catatan keinginan tersebut tidak bertentangan dengan
ajaran Agama Islam. Allah berfirman : “
·
Mendo’akan kedua orang tua
·
Silaturrahim Dengan Karib Kerabat
H. TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP ANAK
·
Mengazankan/mengiqamatkan pada telinga
kanan/kiri bayi, langsung setelah lahir dan dimandikan (H.R. Bukhari dan Muslim
dari Asmaa binti Abu Bakar).
·
Memberikan nama yang baik untuk anak, karena
di hari akhirat seorang akan dipanggil sesuai dengan nama yang diberikan orang
tuanya. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Jabir).
·
Menyembelih ‘aqiqah, karena, karena
Rasulullah SAW bersabda : Anak-anak yang baru lahir masih tersandra dengan
‘aqiqah. Sebaiknya ‘aqiqah disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran dan pada
hari itu juga dicukur rambut serta diberi nama (H.R. Bukhari dan Muslim dll
dari Salmaan bin Aamir).
·
Melakukan penyunatan. Hukum penyunatan adalah
wajib bagi anak laki-laki dan kemuliaan bagi anak perempuan (H.R. Ahmad dan
Baihaqy dari Syaddaad bin Aus).
·
Menyediakan pengasuh, pendidik dan/atau guru
yang baik dan kuat beragama dan berakhlak mulia, kalau orang tuanya kurang
mampu. Akan tetapi yang terafdhal bagi yang mampu adalah orang tuanya ,
disamping guru di sekolah dan Ustadz dipengajian. (Alghazaaly, Ihyaau
‘Uluumiddin, Al-Halaby, Cairo, Jld 8, Hal 627).
·
Mengajarnya membaca dan memahami Al-Qur’an;
memberikan pendidikan
Jasmani
(H.R. baihaqi dari Ibnu Umar).
·
Memberikan makanan yang halal untuk anaknya
·
Melatih mereka shalat selambat-lambatnya pada
usia tujuh tahun dan sedikit lebih keras dikala sudah berusia sepuluh tahun.
(Ahmad dan Abu Daud dari ‘Amru bin Syu’ib).
·
Memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki
dengan anak perempuan, juga
antara
mereka dengan orang tuanya, bila usianya telah mencapai sepuluh tahun(H.R.
Bazzaar).
·
Membiasakan berakhlak Islami dalam bersikap,
berbicara, bertingkah laku dan sebagainya, sehingga semua kelakuannya menjadi
terpuji menurut Islam (H.R.Turmuzy, dari Jaabir bin Samrah).
·
Menanamkan etika malu pada tempatnya dan
membiasakan minta izin keluar/masuk rumah, terutama ke kamar orang tuanya,
teristimewa lagi saat-saat zhahiirah dan selepas shalat Isya. (QS. Annuur :59).
·
Berlaku kontinuitas dalam mendidik,
membimbing dan membina mereka.
·
Demikian juga dalam penyandangan dana dalam
batas kemampuan, sehingga sang anak mampu berdikari (H.R. Abu Daud dari abu
Qalaabah).
·
Berlaku adil dalam memberi perhatian,
washiyat, biaya dan cinta kasih kepada mereka (HR. Muslim dari Anas bin Maalik).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat di ambil adalah sebagai berikut:
Rumah
tangga adalah suatu kebutuhan manusia, merupakan sunatullah untuk saling
berbagi, karena tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Oleh karena itu
kewajiban kita untuk menjaga rumah tangga ini menjadi rumah tangga samara,
berusaha untuk menjadikan rumah tangga syurga bagi kita dan keluarga(rumahku
adalah syurgaku). Janji
Allah
kepada kita dalam surat ke 52 ayat 21, bahwa “Orang2 yang beriman akan
diberikan karunia untuk berkumpul bersama dengan keturunannya dan pasangan
pasangannya di syurga nanti atas landasan iman” Jadi bila ia beriman,
pasangannya beriman, keturunannya beriman, maka Allah menjanjikan untuk
menyatukan mereka di syurga. Sehingga kita perlu berniat dan berusaha untuk
bisa berkumpul bersama pasangan dan keturunan2 kita di syurgaNya nanti,
memiliki visi dan misi yang sama kedepannya. Dan bilapun memiliki pasangan
dengan pandangan berbeda, maka ini adalah ujian yang insya Allah mudah2an
menjadi pahala bagi kita. Mudah2an Allah memberikan pasangan yang
sholeh/sholehah untuk yang belum memiliki pasangan, dan untuk yang sudah
menikah mudah2an mendapatkan keluarga yang diridhoi Allah, yang tidak hanya
berumahtangga di dunia, tapi Allah satukan juga di jannatul firdausNya, amiin
ya rabbal ‘alamiin..
Alhamdulillahirabbil’aalamiin..
B. Saran
Sebelum melaksanakan atau menulis
makalah hendaknya anda menganalisa maksud dan tujuan anda menulis makalah
ini.Dalam mencari materi usahakan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan
dengan cara menyertakan sumber tempat anda mengutip materi tersebut
Poker Room - Jtmhub.com
BalasHapusPoker Room - Jtmhub.com. Poker Room - View the latest Poker Tournaments at 제주도 출장샵 Jtm 상주 출장샵 Hub including Omaha, 구미 출장안마 Omaha, Hi-Lo, Three Card Stud 군포 출장안마 and Omaha. 시흥 출장마사지